Kasus 1
Dana Rekonstruksi Gempa Padang Diduga Dikorupsi Ketua Pokmas
Padang - Penyaluran dana gempa 2009 di Kota Padang masih menyisakan beberapa permasalahan. Sedikitnya, 25 kepala keluarga di Kampungjua, Kecamatan Lubukbegalung menjadi korban, mengeluhkan besarnya “upeti” yang harus dibayarkan supaya bisa menerima dana gempa tersebut, yakni berkisar Rp 1 juta – Rp 2 juta.
Dana itu dipungut Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Melati, Mulyani, 31, yang juga Ketua RT04/RW01. Modus yang dilakukan Ketua Pokmas Melati itu, dengan cara menakut-nakuti korban gempa, kalau tidak membayar warga tidak akan menerima. Selain itu, warga yang tidak membayar harus mengurus sendiri. Karena buta dengan prosedur, warga terpaksa menyerahkan uang itu ke ketua Pokmas.
“Uang itu kami bayarkan dua kali. Pertama kami membayar Rp 1 juta pada Januari (tahap I), setelah itu Maret (tahap II) kami juga diharuskan membayar ke ketua Pokmas Rp 1 juta lagi. Menurut Mulyani, dana itu akan diserahkan kepada fasilitator dan kepada preman di wilayah itu,” ujar salah seorang korban gempa di RT04/ RW 01 yang minta namanya tidak disebutkan. Korban rumah rusak sedang itu, mengaku dipaksa memberikan uang, setelah menerima dana gempa tahap I sebesar Rp 5 juta dan tahap II Rp 5 juta. “Ketua Pokmas tersebut memberikan dana gempa itu malam hari. Saat itu, ia langsung meminta jatahnya Rp 1 juta. Karena dipaksa dan tidak ingin menimbulkan masalah, uang tersebut saya berikan malam itu juga, sehingga saya hanya menerima Rp 8 juta,” jelasnya.
Kebijakan itu dilakukan sepihak. Sebelum memotong uang itu, ketua Pokmas pernah melakukan rapat, namun rapat itu tidak dihadiri oleh fasilitator, Tim Pendamping Masyarakat (TPM), bahkan Lurah setempat.
Di tempat terpisah, warga lainnya dari RT05/ RW02, yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia dikenai “upeti” sebesar Rp 2 juta. Tapi, ia hanya memberikan uang tersebut Rp 1 juta ke ketua pokmas. Sementara untuk kedua kalinya, ia tak mau membayarkan lagi, setelah ditanyakan kepada fasilitator, Sutomo, yang tidak mengakui dana itu untuk dirinya.
“Saya dan keluarga ditakut-takuti ketua Pokmas. Kalau tidak membayar, akan didatangi preman, karena sebagian uang itu akan diberikan ke mereka. Namun gertakan tersebut tidak pernah terbukti selama ini, dan saya hanya menerima uang Rp 9 juta,” ujarnya.
Menurutnya, uang Rp 2 juta disetorkan oleh 20 KK yang menjadi korban gempa. Sementara yang hanya membayarkan uang Rp 1 juta hanya berjumlah lima orang. Setelah dilakukan pengecekan dengan cara menanyai kepada korban gempa lain yang berada di kelompok Melati beberapa waktu lalu.
Ketua Pokmas Melati Mulyani saat ditemui wartawan kemarin (28/3) mengatakan, dirinya tak pernah melakukan pemotongan dana gempa ke warga. Namun ia mengakui, menerima uang pamrih yang diberikan 25 warga korban gempa Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. “Tidak benar saya melakukan pemotongan dana gempa itu. Namun saat memberikan uang kepada warga, warga memberikan saya uang pamrih atau uang jasa, karena telah membantu warga mendapatkan dana tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkannya, ia tidak pernah mengatakan kepada warga seputar pemotongan dana untuk preman. Ia juga membantah menyerahkan dana gempa tersebut pada siang hari, bukan malam hari sesuai penuturan warga. Adanya indikasi pemotongan dana gempa di tengah warga Kampungjua Rp 1 juta sampai Rp 2 juta tersebut, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti, Adhi Wibowo, merupakan tindak pidana intimidasi dan pengancaman pada warga sesuai Pasal 368 KUHPidana.
“Dalam pasal itu telah disebutkan, orang yang melanggar pasal tersebut diancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Namun, kalau ketua Pokmas tersebut mengambil uang sebelum menyerahkannya kepada warga, maka ia akan diganjar dengan UU No 20/ 2002, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya, yang dihubungi melalui telepon.
Menyikapi indikasi itu, hari ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menurunkan tim menelusuri informasi tersebut. “Kami akan langsung melakukan pengecekan terkait kasus tersebut. Kalau nantinya terbukti, masyarakat setempat bersama BPBD akan melaporkan kasus tersebut ke polisi. Ini perlu sebagai efek jera terhadap orang-orang yang berniat mengambil keuntungan terhadap korban gempa,” jelas Kepala BPBD Padang, Dedi Henidal. (kd)
Sumber: jpnn, Selasa, 29 Maret 2011
Sumber Foto: tempointeraktif.com
Analisa :
Menurut saya kasus ini merupakan suatu hal yang sangat memalukan.Ketika warga sedang kesusahan skibat adanya bencana gempa ketua Pokmas tersebut malah melakukan tindakan yang tidak sepantasnya,walaupun ia tidak mengakuinya.sebagai ketua Pokmas ia harusnya memperjuangkan nasib masyarakat,bukannya malah mengambil keuntungan untuk diri sendiri.hal ini membuat masyarakat makin terbebani dari segi ekonomi,mental mereka pun juga tertekan. Warga-warga sangat membutuhkan tempat untuk tinggak akibat rumahnya hancur karena gempa.keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan.padahal masyarakat hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp.5 juta dan itupun dilakukan 2 tahap.tetapi untuk mendapatkan bantuan tersebut masyarakat malah dipungut biaya,padahal itu adalah hak mereka yang harusnya mereka terima tanpa syarat apapun. Dengan dana bantuan yang tidak terlalu besar tersebut,masyarakat bisa memulai hidup yang lebih baik.Harusnya umpeti tidak lagi diterapkan kepada masyarakat masyarakat kecil.
Dalam kasus ini harusnya badan penanggulangan bencana mengawasi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan dilapangan agar tidak terjadi ketimpangan ketimpangan seperti yang terjadi pada kasus diatas.Badan badan pengawas harus menjalankan tugasnya dengan rasa penuh tanggung jawab agar tidak ada miss communication antar instansi instansi
Dan hal yang paling penting adalah seharusnya warga Kampungjua, melaporkan hal itu ke polisi. Di ranah hukum, polisi pun harus segera menindaklanjuti laporan warga supaya, kasus tersebut jelas.Apalagi hal ini menyangkut hak hidup orang banyak. Ini masalah antara hak dan tanggung jawab antara lembaga lembaga.
Kasus 2
Mantan Ketua MUI Sumatra Barat Dituntut 4,5 Tahun
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof Dr Nasroen Haroen/ Antarafoto |
Jakarta - Sidang perkara dugaan korupsi dana pembinaan Dai Kepulauan Mentawai dan pembinaan MUI Sumbar tahun 2004 sebesar Rp 500 juta, sudah masuk tahap tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof Dr Nasroen Haroen, selama 4 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, terdakwa juga dituntut denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 131 juta dengan subsider kurungan 2 tahun 3 bulan. “Jika terdakwa tidak sanggup membayar uang pengganti dalam kurun waktu 1 bulan, maka harta benda terdakwa akan disita. Jika dalam penyitaan itu, terdakwa masih tetap tidak bisa melunasi uang pengganti, maka dapat ditambah dengan pidana penjara,” ungkap anggota JPU Daminar, dalam persidangan kemarin.
Tuntutan dibacakan secara bergantian oleh JPU Daminar, Mulyana Safitri, Ernawati, dan Maryanti di depan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Asmuddin, Hakim Anggota I Saptadiharja dan Hakim anggota II Fahmiron. Kasus yang menyeret mantan Ketua MUI Sumbar tersebut, merupakan dana hibah tahun anggaran 2004 yang digunakan untuk bantuan Dai Mentawai sebesar Rp250 juta dan dana operasional MUI sebesar Rp 250 juta. Kasus itu mencuat karena tidak ada laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.
JPU menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyankinkan melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dibeberkan JPU, dari total Rp500 juta anggaran yang dikucurkan kepada MUI Sumbar yang saat itu dipimpin oleh terdakwa, yang mampu dipertanggungjawabkan hanya sebesar Rp 29 juta meliputi rincian biaya perjalanan dinas masing-masing sebesar Rp 3 juta dan Rp 2,4 juta, serta biaya belanja modal berupa pembelian AC sebesar Rp 23 juta. “Terdakwa terbukti telah menyalahgunakan anggaran dan tidak sesuai dengan kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya,” tegas JPU.
Menurut JPU, terdakwa juga terbukti telah melakukan tindakan memperkaya diri, dengan cara memalsukan surat daftar transport panitia, serta daftar pembayaran gaji sekretariat MUI Sumbar. Dari total anggaran sebesar Rp 477 juta terdiri dari Rp 227 juta untuk Dai Mentawai dan Rp 250 juta untuk MUI Sumbar yang diserahkan kepada terdakwa, tidak digunakan sesuai ketentuan, bahkan ada kegiatan yang semestinya diadakan tahun 2004 malah dilaksanakan tahun 2005. Akibat perbuatannya negara telah dirugikan sekitar Rp 240 juta.
Daminar menjelaskan, tuntutan yang dijatuhi JPU tersebut diberikan atas beberapa pertimbangan. Pertama pertimbangan yang memberatkan, selain perbuatan terdakwa mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap MUI Sumbar, sedikitpun terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalannya. Kemudian perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan korupsi. “Sementara yang meringankan terdakwa, karena terdakwa belum pernah dihukum,” tandas Daminar. Majelis Hakim akhirnya menunda sidang dan melanjutkan sidang Rabu (10/8) depan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Pada sidang Rabu (20/7) lalu, terdakwa mengaku berada di bawah ancaman jaksa terkait pengembalian dana sebesar Rp110 juta yang ia lakukan tersebut. Keputusan menyerahkan uang itu ia lakukan setelah diberikan pilihan menyerahkan uang atau ditahan. (bis/sam)
Sumber: jpnn, Kamis, 4 Agustus 2011
Analisa :
Harusnya kasus seperti ini tidak perlu terjadi,apalagi dilakukan oleh seseorang yang terhormat.sebagai mantan ketua MUI sumatera barat hal ini merupakan sebuah aib bagi mejeis ulama indonesia.apalagi dana yang di korupsi merupakan dana yang menyangkut kepentingan umum dan masyarakat banyak. Seperti yang kita tahu,harusnya sebagai mantan ketua MUI ia harus tahu,korupsi itu harus diberantas dan merupakan sebuah dosa besar. Dana yang diselundupkan pun sangat banyak dan merugikan Negara sebanyak Rp.240 juta.harusnya dana sebesar itu memberikan manfaat bagi orang banyak,tapi,hanya dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
Kurangnya pengawasan terhadap penggunaan dana mengakibatkan semakin terbukanya kesempatan bagi para koruptor,contohnya saja ia bias memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang telah dimanipulasi.Padahal dana tersebut digunakan untuk memperkaya dirinya sendiri.Kurangnya moral para pemimpin Indonesia merupakan masalah utama di negeri ini.
Hal ini juga mencerminkan betapa korupsi sudah merajalela keberbagai kalangan,termasuk pemimpin Majelis Ulama Indonesia sumatera barat.yang harusnya menjadi teladan bagi umat islam di Sumatera Barat.
Kasus 3
Wakil Bupati Agam Divonis 17 Bulan
Padek - Wakil Bupati Agam, Umar, terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran pada Dinas Pekerjaan Umum Agam tahun 2008, divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Padang, 1 tahun 5 bulan pidana penjara.Selain menghukum terdakwa 17 bulan penjara dipotong masa tahanan, majelis hakim diketuai Imam Syafei, didampingi dua anggota, Kamijon dan Perry Desmarera, juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 50 juta, atau 2 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) selama 2 tahun penjara.
Mendengar putusan ini, Umar menyatakan pikir-pikir. Begitu juga JPU. Terdakwa atau JPU diberi waktu tujuh hari sejak putusan dibacakan untuk mengajukan banding. “Kami pelajari dulu putusan dan membicarakannya dengan kuasa hukum,” kata Umar yang mengenakan batik, dan kopiah usai persidangan.Meski telah divonis, Umar tetap bersikukuh tidak bersalah. Mantan kepala Dinas PU Agam itu mengklaim telah melakukan pekerjaan sesuai peraturan. Berdasarkan fakta di persidangan, keterangan saksi, dan barang bukti, menurut majelis hakim, terdakwa telah menggunakan uang pemeliharaan jalan sebesar Rp 347 juta dari Rp 2,8 miliar yang dianggarkan di APBD Agam.
Meskipun sudah mengembalikan uang tersebut, majelis hakim tetap menyimpulkan terdakwa terbukti melakukan penyelewengan sebagaimana diatur UU No 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU, yakni Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b (2), (3) UU No 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001. Di antaranya, unsur setiap orang, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain, unsur menyalahgunakan kewenangannya selaku kepala Dinas PU Kabupaten Agam, dan unsur merugikan keuangan negara,” tutur Imam Syafei saat membacakan vonis.
Di antara fakta persidangan sesuai keterangan saksi-saksi, uang dana pemeliharaan dicairkan 5 kali. Setiap pencairan, terdakwa meminta uang kepada Bendahara Umum Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Agam, Hendri dan Marjan untuk kepentingan pribadi. Hendri dan Marjan terpaksa memberikan uang tersebut kepada atasannya di Dinas PU Agam. Terdakwa juga merangkap sebagai pengguna anggaran (PA) pada proyek pemeliharaan jalan. Proyek tersebut dikerjakan secara swakelola. Kasus ini mencuat ketika pemeriksaan Inspektorat.
Terdakwa lalu mengembalikan uang tersebut sebanyak tiga kali. Yakni, pertama ke Bank Nagari 15 Februari 2010 sebesar Rp 100 juta, 9 April 2010 Rp 150 juta, dan 12 April 2010 Rp97 juta. Total keseluruhannya Rp347 juta. (Red/Redaksi_ILS)
Sumber: padangekspres, Kamis, 6 Oktober 2011
Analisa :
Tindakan yang dilakukan oleh wakil bupati agam ini sangat disesalkan. Harusnya Bupati Agam berperan penting dalam kasus ini. Sebagai bawahannya ia harus bisa mengawasinya dan mengontrol tindakan tindakan yang dilakukan bawahannya. Kasus korupsi ini telah banyak merugikan banyak pihak,apalagi masyarakat umum. Dana pemeliharaan jalan tersebut dicairkan untuk kepentingan bersama.dengan jabatan sebagai pengguna anggaran pada proyek pemeliharaan anggaran membuat langkahnya untuk menggelapkan dana tersebut semakin mudah. Harusnya instansi atau lembaga yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap dana-dana yang dicairkan agar tujuan dari pencairan dana tersebut jelas dan dapat tercapai.
Kasus ini juga telah merusak nama baik Dinas PU Agam,dan hal ini membuat berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Dinas PU Agam tersebut dan hal ini sangat merugikan instansi tersebut. Dana yang dikorupsi adalah sebesar Rp.347juta dari 2,8miliar dana APBD Agam ini akan menggangu keseimbangan ekonomi di Kabupaten Agam. Dana tersebut sudah diperhitungkan secara matang oleh Badan-badan perencanaan. Namun dengan adanya tindakan ini membuat tujuan utama dari kabupaten Agam yang madani sulit untuk dicapai.
Meskipun ia telah mengembalikan uang tersebut dan mendapatkan hukuman yang sepantasnya,namun hal ini patutnya menjadi pelajaran bagi Dinas PU dan instansi – instansi lainnya. Masyarakat harus teliti dan cermat memilih pemimpinnya,masyarakat harus mengenal karakter pemimpin yang akan dipilihnya agar kasus seperti ini tidak terulag lagi.
Kasus 4
Kasus korupsi Sudjino Timan
Sudjino Timan (lahir di
Jakarta,
9 Mei 1959; umur 52 tahun) adalah seorang pengusaha asal
Indonesia. Dari tahun
1995 hingga
1997 ia menjabat sebagai Direktur Utama PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Ia saat ini merupakan seorang buronan karena melarikan diri dari hukuman pengadilan. Oleh pengadilan, Timan telah diputuskan bersalah karena telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai direktur utama BPUI dengan cara memberikan pinjaman kepada Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS, dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar 120 juta dolar AS dan Rp 98,7 dolar singapura
Pada pengadilan tingkat pertama di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Timan dibebaskan dari tuntutan hukum karena perbuatannya dinilai bukan tindak pidana. Menanggapi vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi dan meminta Majelis Kasasi menjatuhkan pidana sebagaimana tuntutan terhadap terdakwa yaitu pidana delapan tahun penjara, denda Rp30 juta subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1 triliun.
Pada Jumat,
3 Desember 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dipimpin oleh Ketua MA
Bagir Manan memvonis Sudjiono Timan dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 369 miliar.
Namun, saat Kejaksaan hendak mengeksekusi Sudjiono Timan pada Selasa, 7 Desember 2004, yang bersangkutan sudah tidak ditemukan pada dua alamat yang dituju rumah di Jalan Prapanca No. 3/P.1, Jakarta Selatan maupun rumah di Jalan Diponegoro No. 46, Jakarta Pusat dan dinyatakan buron dengan status telah dicekal ke luar negeri oleh Departemen Hukum dan HAM.
Analisa :
Tindakan yang dilakukan oleh Sudjino Timan tersebut telah merugikan perusahaan yang dikelolanya,keputusan yang dikeluarkannya mengenai pinjaman dana kesejumlah lembaga telah merugikan PT. BPUI. Ia juga telah membuat laporan palsu mengenai pinjaman dana tersebut. kerugian yang diderita Negara cukup besar.
PT. BPUI adalah merupakan sebuah perusahaan Negara yang besar,dan kasus ini akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan lainnya. Lagi-lagi hal ini telah mencerminkan betapa buruknya jiwa seorang pemimpin di Indonesia.Seharusnya pemimpin memberikan contoh yang baik kepada bawahannya.Pemimpin perusahaan besar saja bias melakukan tindakan korupsi,apalagi perusahaan kecil. Sebaiknya para calon pemimpin di Indonesia harus memperbaiki moralnya,kalau tidak akan lebih baik tanpa pemimpin.
Harusnya koruptor di Indonesia jangan dimanja,artinya para koruptor tersebut harus diberikan hukuman yang setimpal. Untuk itu lembaga hukum di Indonesia juga harus bersih dari yang namanya korupsi agar bisa menegakkan keadilan di Negara ini. Namun itu sangat susah untuk dicapai mengingat di Negara kita tercinta Indonesia ini hal yang pasti adalah ketidakpastian. Sangat sulit untuk menegakkan keadilan di Negara ini, adanya perbedaan – perbedaan kasta menyebabkan kaum kalangan atas dimanja oleh hokum,sementara masyarakat kalangan bawah di tindas.
Kasus 5
Kasus Dugaan Korupsi Soeharto
Kasus dugaan korupsi Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada
1995,
Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk
Kejaksaan Agung, sejak tahun
1999Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun
1996 dan
1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa
Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri.
Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada
1996-
1997, dalam bentuk deposito.
Dari data dalam berkas Soeharto,
Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan.
Analisa :
Kasus korupsi ini masih menjadi hal yang krusial.mengingat banyaknya kasus kasus yang menimpa soeharto,apalagi dengan banyaknya perusahaan atau yayasan yang dikelolanya.Sampai sekarang pun kasus korupsi yang menyangkut soeharto masih belum selesai-selesai. Hal ini harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah dan lembaga-lembaga hokum di Indonesia.betapa kasus korupsi ini menjadi masalah terbesar di negeri ini.ini mungkin merupakan kasus korupsi terbesar yang di hadapi indonesia.
Banyak kerugian yang ditanggung Negara akibat kasus ini,hal ini jugalah yang menyebabkan soeharto lengser dari jabatan presiden yang sudah dikuasainya selama 32 tahun. Memang,pada masa soeharto rakyat mengalami kemakmuran,namun kegiatan soeharto yang memperkaya dirinya merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Dan dilakukannya selama bertahun – tahun selama ia menjabat sebagai presiden. Pada awalnya rakyat mengagumi sosok soeharto,jasa-jasanya terhadap bangsa Indonesia yang banyak selama perjuangan meraih kemerdekaan maupun dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.Banyak kalangan berpendapat bahwa kasu – kasus soeharo ini dihapuskan saja mengingat jasa – jasanya yang besar bagi Indonesia.Selain itu ia juga disebut Bapak Pembangunan karena telah membangun bangsa ini selama ia menjabat,ia telah banyak melakukan perubahan perubahan selama menjabat.
Hal ini berdampak pada perekonomian di Indonesia. Dimana pada tahun1998 indonesia mengalami resesi besar-besaran,perekonomian Indonesia mengalami kekacauan. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang minus,tingkat inflasi yang tinggi dan masalah keamanan menjadi hal yang terpengaruhi.keprecayaan masyarakat mulai hilang akibat adanya kasus kasus ini.
TUGAS
EKONOMI ANTI KORUPSI
KASUS - KASUS KORUPSI DI INDONESIA
OLEH
HERO EKA PUTRA
0910512145
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2011/2012