Kamis, 22 Desember 2011

kasus kasus korupsi dan analisanya

Kasus 1
Dana Rekonstruksi Gempa Padang Diduga Dikorupsi Ketua Pokmas
Padang - Penyaluran dana gempa 2009 di Kota Padang masih menyisakan beberapa permasalahan. Sedikitnya, 25 kepala keluarga di Kampungjua, Kecamatan Lubukbegalung menjadi korban, mengeluhkan besarnya “upeti” yang harus dibayarkan supaya bisa menerima dana gempa tersebut, yakni berkisar Rp 1 juta – Rp 2 juta.
Dana itu dipungut Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Melati, Mulyani, 31, yang juga Ketua RT04/RW01. Modus yang dilakukan Ketua Pokmas Melati itu, dengan cara menakut-nakuti korban gempa, kalau tidak membayar warga tidak akan menerima. Selain itu, warga yang tidak membayar harus mengurus sendiri. Karena buta dengan prosedur, warga terpaksa menyerahkan uang itu ke ketua Pokmas.
“Uang itu kami bayarkan dua kali. Pertama kami membayar Rp 1 juta pada Januari (tahap I), setelah itu Maret (tahap II) kami juga diharuskan membayar ke ketua Pokmas Rp 1 juta lagi. Menurut Mulyani, dana itu akan diserahkan kepada fasilitator dan kepada preman di wilayah itu,” ujar salah seorang korban gempa di RT04/ RW 01 yang minta namanya tidak disebutkan. Korban rumah rusak sedang itu, mengaku dipaksa memberikan uang, setelah menerima dana gempa tahap I sebesar Rp 5 juta dan tahap II Rp 5 juta. “Ketua Pokmas tersebut memberikan dana gempa itu malam hari. Saat itu, ia langsung meminta jatahnya Rp 1 juta. Karena dipaksa dan tidak ingin menimbulkan masalah, uang tersebut saya berikan malam itu juga, sehingga saya hanya menerima Rp 8 juta,” jelasnya.
Kebijakan itu dilakukan sepihak. Sebelum memotong uang itu, ketua Pokmas pernah melakukan rapat, namun rapat itu tidak dihadiri oleh fasilitator, Tim Pendamping Masyarakat (TPM), bahkan Lurah setempat.
Di tempat terpisah, warga lainnya dari RT05/ RW02, yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia dikenai “upeti” sebesar Rp 2 juta. Tapi, ia hanya memberikan uang tersebut Rp 1 juta ke ketua pokmas. Sementara untuk kedua kalinya, ia tak mau membayarkan lagi, setelah ditanyakan kepada fasilitator, Sutomo, yang tidak mengakui dana itu untuk dirinya.
“Saya dan keluarga ditakut-takuti ketua Pokmas. Kalau tidak membayar, akan didatangi preman, karena sebagian uang itu akan diberikan ke mereka. Namun gertakan tersebut tidak pernah terbukti selama ini, dan saya hanya menerima uang Rp 9 juta,” ujarnya.
Menurutnya, uang Rp 2 juta disetorkan oleh 20 KK yang menjadi korban gempa. Sementara yang hanya membayarkan uang Rp 1 juta hanya berjumlah lima orang. Setelah dilakukan pengecekan dengan cara menanyai kepada korban gempa lain yang berada di kelompok Melati beberapa waktu lalu.
Ketua Pokmas Melati Mulyani saat ditemui wartawan kemarin (28/3) mengatakan, dirinya tak pernah melakukan pemotongan dana gempa ke warga. Namun ia mengakui, menerima uang pamrih yang diberikan 25 warga korban gempa Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. “Tidak benar saya melakukan pemotongan dana gempa itu. Namun saat memberikan uang kepada warga, warga memberikan saya uang pamrih atau uang jasa, karena telah membantu warga mendapatkan dana tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkannya, ia tidak pernah mengatakan kepada warga seputar pemotongan dana untuk preman. Ia juga membantah menyerahkan dana gempa tersebut pada siang hari, bukan malam hari sesuai penuturan warga. Adanya indikasi pemotongan dana gempa di tengah warga Kampungjua Rp 1 juta sampai Rp 2 juta tersebut, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti, Adhi Wibowo, merupakan tindak pidana intimidasi dan pengancaman pada warga sesuai Pasal 368 KUHPidana.
“Dalam pasal itu telah disebutkan, orang yang melanggar pasal tersebut diancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Namun, kalau ketua Pokmas tersebut mengambil uang sebelum menyerahkannya kepada warga, maka ia akan diganjar dengan UU No 20/ 2002, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya, yang dihubungi melalui telepon.
Menyikapi indikasi itu, hari ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menurunkan tim menelusuri informasi tersebut. “Kami akan langsung melakukan pengecekan terkait kasus tersebut. Kalau nantinya terbukti, masyarakat setempat bersama BPBD akan melaporkan kasus tersebut ke polisi. Ini perlu sebagai efek jera terhadap orang-orang yang berniat mengambil keuntungan terhadap korban gempa,” jelas Kepala BPBD Padang, Dedi Henidal. (kd)
Sumber: jpnn, Selasa, 29 Maret 2011
Sumber Foto: tempointeraktif.com
Analisa :
            Menurut saya kasus ini merupakan suatu hal yang sangat memalukan.Ketika warga sedang kesusahan skibat adanya bencana gempa ketua Pokmas tersebut malah melakukan tindakan yang tidak sepantasnya,walaupun ia tidak mengakuinya.sebagai ketua Pokmas ia harusnya memperjuangkan nasib masyarakat,bukannya malah mengambil keuntungan untuk diri sendiri.hal ini membuat masyarakat makin terbebani dari segi ekonomi,mental mereka pun juga tertekan. Warga-warga sangat membutuhkan tempat untuk tinggak akibat rumahnya hancur karena gempa.keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan.padahal masyarakat hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp.5 juta dan itupun dilakukan 2 tahap.tetapi untuk mendapatkan bantuan tersebut masyarakat malah dipungut biaya,padahal itu adalah hak mereka yang harusnya mereka terima tanpa syarat apapun. Dengan dana bantuan yang tidak terlalu besar tersebut,masyarakat bisa memulai hidup yang lebih baik.Harusnya umpeti tidak lagi diterapkan kepada masyarakat masyarakat kecil.
Dalam kasus ini harusnya badan penanggulangan bencana mengawasi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan dilapangan agar tidak terjadi ketimpangan ketimpangan seperti yang terjadi pada kasus diatas.Badan badan pengawas harus menjalankan tugasnya dengan rasa penuh tanggung jawab agar tidak ada miss communication antar instansi instansi
Dan hal yang paling penting adalah seharusnya warga Kampungjua, melaporkan hal itu ke polisi. Di ranah hukum, polisi pun harus segera menindaklanjuti laporan warga supaya, kasus tersebut jelas.Apalagi hal ini menyangkut hak hidup orang banyak. Ini masalah antara hak dan tanggung jawab antara lembaga lembaga.

Kasus 2
Mantan Ketua MUI Sumatra Barat Dituntut 4,5 Tahun
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof Dr Nasroen Haroen/ Antarafoto
Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof Dr Nasroen Haroen/ Antarafoto
Jakarta - Sidang perkara dugaan korupsi dana pembinaan Dai Kepulauan Mentawai dan pembinaan MUI Sumbar tahun 2004 sebesar Rp 500 juta, sudah masuk tahap tuntutan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Prof Dr Nasroen Haroen, selama 4 tahun 6 bulan penjara.
Selain itu, terdakwa juga dituntut denda Rp 200 juta, subsider 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 131 juta dengan subsider kurungan 2 tahun 3 bulan. “Jika terdakwa tidak sanggup membayar uang pengganti dalam kurun waktu 1 bulan, maka harta benda terdakwa akan disita. Jika dalam penyitaan itu, terdakwa masih tetap tidak bisa melunasi uang pengganti, maka dapat ditambah dengan pidana penjara,” ungkap anggota JPU Daminar, dalam persidangan kemarin.
Tuntutan dibacakan secara bergantian oleh JPU Daminar, Mulyana Safitri, Ernawati, dan Maryanti di depan Majelis Hakim yang diketuai Hakim Asmuddin, Hakim Anggota I Saptadiharja dan Hakim anggota II Fahmiron. Kasus yang menyeret mantan Ketua MUI Sumbar tersebut, merupakan dana hibah tahun anggaran 2004 yang digunakan untuk bantuan Dai Mentawai sebesar Rp250 juta dan dana operasional MUI sebesar Rp 250 juta. Kasus itu mencuat karena tidak ada laporan pertanggungjawaban atas penggunaan dana tersebut.
JPU menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyankinkan melanggar Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dibeberkan JPU, dari total Rp500 juta anggaran yang dikucurkan kepada MUI Sumbar yang saat itu dipimpin oleh terdakwa, yang mampu dipertanggungjawabkan hanya sebesar Rp 29 juta meliputi rincian biaya perjalanan dinas masing-masing sebesar Rp 3 juta dan Rp 2,4 juta, serta biaya belanja modal berupa pembelian AC sebesar Rp 23 juta. “Terdakwa terbukti telah menyalahgunakan anggaran dan tidak sesuai dengan kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya,” tegas JPU.
Menurut JPU, terdakwa juga terbukti telah melakukan tindakan memperkaya diri, dengan cara memalsukan surat daftar transport panitia, serta daftar pembayaran gaji sekretariat MUI Sumbar. Dari total anggaran sebesar Rp 477 juta terdiri dari Rp 227 juta untuk Dai Mentawai dan Rp 250 juta untuk MUI Sumbar yang diserahkan kepada terdakwa, tidak digunakan sesuai ketentuan, bahkan ada kegiatan yang semestinya diadakan tahun 2004 malah dilaksanakan tahun 2005. Akibat perbuatannya negara telah dirugikan sekitar Rp 240 juta.
Daminar menjelaskan, tuntutan yang dijatuhi JPU tersebut diberikan atas beberapa pertimbangan. Pertama pertimbangan yang memberatkan, selain perbuatan terdakwa mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadap MUI Sumbar, sedikitpun terdakwa tidak menunjukkan rasa penyesalannya. Kemudian perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan program pemerintah tentang pemberantasan korupsi. “Sementara yang meringankan terdakwa, karena terdakwa belum pernah dihukum,” tandas Daminar. Majelis Hakim akhirnya menunda sidang dan melanjutkan sidang Rabu (10/8) depan dengan agenda pembelaan (pledoi) dari terdakwa.
Pada sidang Rabu (20/7) lalu, terdakwa mengaku berada di bawah ancaman jaksa terkait pengembalian dana sebesar Rp110 juta yang ia lakukan tersebut. Keputusan menyerahkan uang itu ia lakukan setelah diberikan pilihan menyerahkan uang atau ditahan. (bis/sam)
Sumber: jpnn, Kamis, 4 Agustus 2011
Analisa :
            Harusnya kasus seperti ini tidak perlu terjadi,apalagi dilakukan oleh seseorang yang terhormat.sebagai mantan ketua MUI sumatera barat hal ini merupakan sebuah aib bagi mejeis ulama indonesia.apalagi dana yang di korupsi merupakan dana yang menyangkut kepentingan umum dan masyarakat banyak. Seperti yang kita tahu,harusnya sebagai mantan ketua MUI ia harus tahu,korupsi itu harus diberantas dan merupakan sebuah dosa besar. Dana yang diselundupkan pun sangat banyak dan merugikan Negara sebanyak Rp.240 juta.harusnya dana sebesar itu memberikan manfaat bagi orang banyak,tapi,hanya dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri.
Kurangnya pengawasan terhadap penggunaan dana mengakibatkan semakin terbukanya kesempatan bagi para koruptor,contohnya saja ia bias memberikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang telah dimanipulasi.Padahal dana tersebut digunakan untuk memperkaya dirinya sendiri.Kurangnya moral para pemimpin Indonesia merupakan masalah utama di negeri ini.
Hal ini juga mencerminkan betapa korupsi sudah merajalela keberbagai kalangan,termasuk pemimpin Majelis Ulama Indonesia sumatera barat.yang harusnya menjadi teladan bagi umat islam di Sumatera Barat.










Kasus 3
Wakil Bupati Agam Divonis 17 Bulan
Padek - Wakil Bupati Agam, Umar, terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran pada Dinas Pekerjaan Umum Agam tahun 2008, divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Padang, 1 tahun 5 bulan pidana penjara.Selain menghukum terdakwa 17 bulan penjara dipotong masa tahanan, majelis hakim diketuai Imam Syafei, didampingi dua anggota, Kamijon dan Perry Desmarera, juga mewajibkan terdakwa membayar denda Rp 50 juta, atau 2 bulan penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) selama 2 tahun penjara.
Mendengar putusan ini, Umar menyatakan pikir-pikir. Begitu juga JPU. Terdakwa atau JPU diberi waktu tujuh hari sejak putusan dibacakan untuk mengajukan banding. “Kami pelajari dulu putusan dan membicarakannya dengan kuasa hukum,” kata Umar yang mengenakan batik, dan kopiah usai persidangan.Meski telah divonis, Umar tetap bersikukuh tidak bersalah. Mantan kepala Dinas PU Agam itu mengklaim telah melakukan pekerjaan sesuai peraturan. Berdasarkan fakta di persidangan, keterangan saksi, dan barang bukti, menurut majelis hakim, terdakwa telah menggunakan uang pemeliharaan jalan sebesar Rp 347 juta dari Rp 2,8 miliar yang dianggarkan di APBD Agam.
Meskipun sudah mengembalikan uang tersebut, majelis hakim tetap menyimpulkan terdakwa terbukti melakukan penyelewengan sebagaimana diatur UU No 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan JPU, yakni Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b (2), (3) UU No 31/1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20/2001. Di antaranya, unsur setiap orang, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain, unsur menyalahgunakan kewenangannya selaku kepala Dinas PU Kabupaten Agam, dan unsur merugikan keuangan negara,” tutur Imam Syafei saat membacakan vonis.
Di antara fakta persidangan sesuai keterangan saksi-saksi, uang dana pemeliharaan dicairkan 5 kali. Setiap pencairan, terdakwa meminta uang kepada Bendahara Umum Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Agam, Hendri dan Marjan untuk kepentingan pribadi. Hendri dan Marjan terpaksa memberikan uang tersebut kepada atasannya di Dinas PU Agam. Terdakwa juga merangkap sebagai pengguna anggaran (PA) pada proyek pemeliharaan jalan. Proyek tersebut dikerjakan secara swakelola. Kasus ini mencuat ketika pemeriksaan Inspektorat.
Terdakwa lalu mengembalikan uang tersebut sebanyak tiga kali. Yakni, pertama ke Bank Nagari 15 Februari 2010 sebesar Rp 100 juta, 9 April 2010 Rp 150 juta, dan 12 April 2010 Rp97 juta. Total keseluruhannya Rp347 juta. (Red/Redaksi_ILS)
Sumber: padangekspres, Kamis, 6 Oktober 2011










Analisa :
            Tindakan yang dilakukan oleh wakil bupati agam ini sangat disesalkan. Harusnya Bupati Agam berperan penting dalam kasus ini. Sebagai bawahannya ia harus bisa mengawasinya dan mengontrol tindakan tindakan yang dilakukan bawahannya. Kasus korupsi ini telah banyak merugikan banyak pihak,apalagi masyarakat umum. Dana pemeliharaan jalan tersebut dicairkan untuk kepentingan bersama.dengan jabatan sebagai pengguna anggaran pada proyek pemeliharaan anggaran membuat langkahnya untuk menggelapkan dana tersebut semakin mudah. Harusnya instansi atau lembaga yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap dana-dana yang dicairkan agar tujuan dari pencairan dana tersebut jelas dan dapat tercapai.
            Kasus ini juga telah merusak nama baik Dinas PU Agam,dan hal ini membuat berkurangnya kepercayaan masyarakat kepada Dinas PU Agam tersebut dan hal ini sangat merugikan instansi tersebut. Dana yang dikorupsi adalah sebesar Rp.347juta dari 2,8miliar dana APBD Agam ini akan menggangu keseimbangan ekonomi di Kabupaten Agam. Dana tersebut sudah diperhitungkan secara matang oleh Badan-badan perencanaan. Namun dengan adanya tindakan ini membuat tujuan utama dari kabupaten Agam yang madani sulit untuk dicapai.
            Meskipun ia telah mengembalikan uang tersebut dan mendapatkan hukuman yang sepantasnya,namun hal ini patutnya menjadi pelajaran bagi Dinas PU dan instansi – instansi lainnya. Masyarakat harus teliti dan cermat memilih pemimpinnya,masyarakat harus mengenal karakter pemimpin yang akan dipilihnya agar kasus seperti ini tidak terulag lagi.







Kasus 4
Kasus korupsi Sudjino Timan
Sudjino Timan (lahir di Jakarta, 9 Mei 1959; umur 52 tahun) adalah seorang pengusaha asal Indonesia. Dari tahun 1995 hingga 1997 ia menjabat sebagai Direktur Utama PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Ia saat ini merupakan seorang buronan karena melarikan diri dari hukuman pengadilan. Oleh pengadilan, Timan telah diputuskan bersalah karena telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai direktur utama BPUI dengan cara memberikan pinjaman kepada Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS, dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar sehingga negara mengalami kerugian keuangan sekitar 120 juta dolar AS dan Rp 98,7 dolar singapura
Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Timan dibebaskan dari tuntutan hukum karena perbuatannya dinilai bukan tindak pidana. Menanggapi vonis bebas itu, Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi dan meminta Majelis Kasasi menjatuhkan pidana sebagaimana tuntutan terhadap terdakwa yaitu pidana delapan tahun penjara, denda Rp30 juta subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp1 triliun.
Pada Jumat, 3 Desember 2004, Majelis Kasasi Mahkamah Agung (MA) yang dipimpin oleh Ketua MA Bagir Manan memvonis Sudjiono Timan dengan hukuman 15 tahun penjara, denda Rp50 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 369 miliar.
Namun, saat Kejaksaan hendak mengeksekusi Sudjiono Timan pada Selasa, 7 Desember 2004, yang bersangkutan sudah tidak ditemukan pada dua alamat yang dituju rumah di Jalan Prapanca No. 3/P.1, Jakarta Selatan maupun rumah di Jalan Diponegoro No. 46, Jakarta Pusat dan dinyatakan buron dengan status telah dicekal ke luar negeri oleh Departemen Hukum dan HAM.
Pada 17 Oktober 2006, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mulai menyebarkan foto dan datanya ke masyarakat melalui televisi dan media massa sebagai salah satu 14 koruptor buron yang sedang dicari.


Analisa :
            Tindakan yang dilakukan oleh Sudjino Timan tersebut telah merugikan perusahaan yang dikelolanya,keputusan yang dikeluarkannya mengenai pinjaman dana kesejumlah lembaga telah merugikan PT. BPUI. Ia juga telah membuat laporan palsu mengenai pinjaman dana tersebut. kerugian yang diderita Negara cukup besar.
            PT. BPUI adalah merupakan sebuah perusahaan Negara yang besar,dan kasus ini akan berdampak kepada perusahaan-perusahaan lainnya. Lagi-lagi hal ini telah mencerminkan betapa buruknya jiwa seorang pemimpin di Indonesia.Seharusnya pemimpin memberikan contoh yang baik kepada bawahannya.Pemimpin perusahaan besar saja bias melakukan tindakan korupsi,apalagi perusahaan kecil. Sebaiknya para calon pemimpin di Indonesia harus memperbaiki moralnya,kalau tidak akan lebih baik tanpa pemimpin.
            Harusnya koruptor di Indonesia jangan dimanja,artinya para koruptor tersebut harus diberikan hukuman yang setimpal. Untuk itu lembaga hukum di Indonesia juga harus bersih dari yang namanya korupsi agar bisa menegakkan keadilan di Negara ini. Namun itu sangat susah untuk dicapai mengingat di Negara kita tercinta Indonesia ini hal yang pasti adalah ketidakpastian. Sangat sulit untuk menegakkan keadilan di Negara ini, adanya perbedaan – perbedaan kasta menyebabkan kaum kalangan atas dimanja oleh hokum,sementara masyarakat kalangan bawah di tindas.









Kasus 5
Kasus Dugaan Korupsi Soeharto
Kasus dugaan korupsi Soeharto menyangkut penggunaan uang negara oleh 7 buah yayasan yang diketuainya, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999
Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun 1996 dan 1998. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa Haryono Suyono, yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. Bambang Trihatmodjo, yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada 1996-1997, dalam bentuk deposito.
Dari data dalam berkas Soeharto, Bob Hasan paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan.
Hutomo Mandala Putra, putra bungsu Soeharto bersama bersama Tinton Suprapto, pernah memanfaatkan nama Yayasan Supersemar untuk mendapatkan lahan 144 hektare di Citeureup, Bogor, guna pembangunan Sirkuit Sentul. Sebelumnya, Tommy dan Tinton berusaha menguasai tanah itu lewat Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi gagal.
Analisa :
            Kasus korupsi ini masih menjadi hal yang krusial.mengingat banyaknya kasus kasus yang menimpa soeharto,apalagi dengan banyaknya perusahaan atau yayasan yang dikelolanya.Sampai sekarang pun kasus korupsi yang menyangkut soeharto masih belum selesai-selesai. Hal ini harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah dan lembaga-lembaga hokum di Indonesia.betapa kasus korupsi ini menjadi masalah terbesar di negeri ini.ini mungkin merupakan kasus korupsi terbesar yang di hadapi indonesia.
            Banyak kerugian yang ditanggung Negara akibat kasus ini,hal ini jugalah yang menyebabkan soeharto lengser dari jabatan presiden yang sudah dikuasainya selama 32 tahun. Memang,pada masa soeharto rakyat mengalami kemakmuran,namun kegiatan soeharto yang memperkaya dirinya merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. Dan dilakukannya selama bertahun – tahun selama ia menjabat sebagai presiden. Pada awalnya rakyat mengagumi sosok soeharto,jasa-jasanya terhadap bangsa Indonesia yang banyak selama perjuangan meraih kemerdekaan maupun dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.Banyak kalangan berpendapat bahwa kasu – kasus soeharo ini dihapuskan saja mengingat jasa – jasanya yang besar bagi Indonesia.Selain itu ia juga disebut Bapak Pembangunan karena telah membangun bangsa ini selama ia menjabat,ia telah banyak melakukan perubahan perubahan selama menjabat.
Hal ini berdampak pada perekonomian di Indonesia. Dimana pada tahun1998 indonesia mengalami resesi besar-besaran,perekonomian Indonesia mengalami kekacauan. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang minus,tingkat inflasi yang tinggi dan masalah keamanan menjadi hal yang terpengaruhi.keprecayaan masyarakat mulai hilang akibat adanya kasus kasus ini.
           





TUGAS
EKONOMI ANTI KORUPSI
KASUS - KASUS KORUPSI DI INDONESIA


images

OLEH
HERO EKA PUTRA
0910512145



ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
2011/2012

Peran Factoring / Anjak Piutang dalam Perusahaan

Peran Factoring / Anjak Piutang dalam Perusahaan

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin tingginya tingkat persaingan antar perusahaan saat ini akan memaksa perusahaan untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada para pelanggannya. Salah satu cara adalah dengan mempermudah syarat pembayaran produk. Oleh karena itu pembayaran yang ditunda menjadi suatu kebutuhan bagi perusahaan dalam rangka meningkatkan volume penjualannya. Atas penjualan secara kredit tersebut maka perusahaan memiliki tagihan (piutang) kepada pelanggan/customer. Piutang bagi perusahaan akan memperlambat arus kas karena dana tunai/kas baru akan masuk setelah piutang tersebut jatuh tempo. Padahal disisi lain perusahaan membutuhkan uang tunai/kas untuk kegiatan operasionalnya. Jika perusahaan kekurangan kas maka biasanya akan pinjam ke pihak lain misalnya bank. Sekarang ini, perusahaan mempunyai alternatif lain untuk memperoleh dana tunai yaitu dengan menjual atau mengalihkan faktur-faktur piutang yang dimilikinya ke Lembaga Keuangan Anjak Piutang (Factoring)
Usaha anjak piutang dimulai di wilayah Amerika Utara khususnya pada sektor industri tekstil yang sampai saat ini masih merupakan salah satu bidang kegiatan usaha utama anjak piutang. Di negara- negara lain usaha ini masih merupakan industri yang sangat baru, dimulai sekitar dekade 1970-an. Perusahaan anjak piutang di Eropa mengikuti pola perkembangan usaha anjak piutang di Amerika.
Kegiatan anjak piutang pada dasarnya merupakan bidang usaha yang relatif baru di Indonesia. Eksistensi Kelembagaan Anjak Piutang dimulai sejak ditetapkan Paket Kebijaksanaan 20 Desember 1988 atau Pakdes 20, 1988 yang diatur dengan Keppres No. 61 tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan NO.172/KMK.06/2002. Pengenalan usaha anjak piutang ditujukan untuk memperoleh sumber pembiayaan alternatif diluar sektor perbankan.

Perusahaan Anjak piutang bisa didirikan secara independen (berdiri sendiri) atau dapat dilakukan oleh Multi Finance Company yaitu lembaga pembiayaan yang dapat melakukan kegiatan usaha secara sekaligus dibidang anjak piutang (factoring), sewa guna usaha (leasing), Modal Ventura (joint venture), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen.


1.2 Perumusan Masalah
Dalam melihat Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring) sebagai salah satu alternatif pembiayaan perusahaan, maka penulis mengajukan 2 (dua) permasalahan yaitu:
Bagaimana peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)
dalam mengatasi permasalahan pada perusahaan?
Bagaimana mekanisme pembiayaan Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring) dalam dunia usaha?

II. KERANGKA TEORI

2.1 Teori Perlindungan Hukum Dalam Melihat Peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)

Perlindungan hukum menurut Hadjon meliputi dua macam perlindungan hukum bagi rakyat meliputi:
Perlindungan Hukum Preventif : dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive.
Perlindungan Hukum Represif; dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.

Perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Adapun elemen dan cirri-ciri Negara Hukum Pancasila ialah:
Keserasian hubungan antara pemerintah dengan rakyat berdasarkan asas kerukunan.
Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara
Prinsip penyelesian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan elemen-elemen tersebut, perlindungan hukum bagi rakyat terhadap pemerintah diarahkan kepada:
Usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa atau sedapat mungkin mengurangi terjadinya sengketa, dalam hubungan ini sarana perlindungan hukum preventif patut diutamakan daripada sarana perlindungan represif.
Usaha-usaha untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat dengan cara musyawarah.
Penyelesaian sengketa melalui peradilan merupakan jalan terakhir, peradilan hendaklah merupakan ultimum remedium dan peradilan bukan forum konfrontasi sehingga peradilan harus mencerminkan suasana damai dan tentram terutama melalui hubungan acaranya.

Terkait dengan peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)
dalam mengatasi permasalahan piutang dalam perusahaan, peranan Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)
harus dilaksanakan baik secara preventif maupun secara represif, karena hal ini merupakan salah satu kunci dari upaya perlindungan hukum dimana hal ini mutlak dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya wanprestasi/cidera janji yang dilakukan oleh debitur.

2.2 Pemikiran Roscoe Pound Mengenai Penerapan Sistem Hukum Dalam Pembangunan Demokrasi Ekonomi Terkait Dengan Adanya Lembaga Keuangan Anjak Piutang (Factoring)

Pemikiran selanjutnya oleh Roscoe Pound dalam mendefinisikan fungsi hukum sebagai social engineering yang menyumbangkan pemikiran tentang kepentingan manusia yang dilindungi oleh hukum yang meliputi
Kepentingan umum (public interests)
Kepentingan kemasyarakatan (social interests)
kepentingan-kepentingan pribadi (private interests)

Pemikiran Pound ini terkait dengan penerapan sistem hukum dalam pembangunan demokrasi ekonomi ialah bahwa suatu sistem hukum haruslah memperhitungkan dan mendahulukan kepentingan umum terlebih dahulu, lalu kemudian kepentingan masyarakat yang terakomodiir, baru kemudian kepentingan-kepentingan pribadi yang lebih kepada hak-hak yang diberikan dalam kegiatan perekonomian.

Roscoe Pound lebih lanjut mengulas tentang kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih rinci terkait kemajuan umum yang ingin diraih yaitu :
Kebebasan untuk memiliki sesuatu
Kebebasan untuk berdagang dan perlindungan terhadap monopoli
kebebasan untuk mengusahakan usaha industri
dorongan untuk menemukan penemuan-penemuan.

Dalam kaitannya dengan penerapan pembangunan demokrasi ekonomi ini, segala macam kebebasan yang diungkapkan Pound tersebut merupakan essensi dasar dari adanya demokrasi, prinsip-prinsip tersebut menghadirkan sebuah keadilan dan kesamarataan dalam ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi disertai dengan prinsip tanggungjawab dalam arti tidak merugikan kepentingan pihak lain.

Jika dicermati, pemikiran pound inilah yang dapat penulis katakan sebagai tujuan dari dibentuknya Lembaga Keuangan Anjak Piutang (factoring)
ini. Prinsip kebebasan, keadilan kemudian kesamarataan yang Pound katakan merupakan tujuan akhir dari adanya lembaga ini. Setiap pelaku usaha akan dapat mengoptimalkan usahanya tanpa harus takut akan adanya kemungkinan itikad tidak baik dari debitur sehingga tercapai suatu pengutamaan kepentingan umum dan kepentingan masyarakat dari suatu kepentingan pribadi.

III. PEMBAHASAN

3.1 Peran Lembaga Keuangan Anjak Piutang Dalam Ekonomi

Kenyataan selama ini banyak sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dalam menjalankan kegiatan usahanya. Masalah masalah tersebut pada prinsipnya berkaitan antara lain: kurang kemampuan dan terbatasnya sumber-sumber permodalan, lemahnya pemasaran sehingga target penjualan tidak tercapai. Disamping itu perusahaan hanya terkonsentrasi pada usaha peningkatan produksi dan penjualan sedangkan administrasi penjualan termasuk penjualan secara kredit (Piutang) masih terabaikan.

Kelemahan dibidang manajemen/ pengelolaan piutang menyebabkan semakin meningkatnya kredit macet. Kondisi seperti ini mengancam kontinuitas usaha yang pada gilirannya akan menyulitkan perusahaan dalam memperoleh sumber pembiayaan dari lembaga keuangan.

Beberapa manfaat yang dapat diberikan lembaga anjak piutang dalam rangka mengatasi masalah dunia usaha adalah sebagai berikut:
Penggunaan jasa anjak piutang akan menurunkan biaya produksi dan biaya penjualan.
Anjak piutang dapat memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk pembayaran dimuka (Advanced Payment) sehingga akan meningkatkan Crediet standing perusahaan .
Kegiatan anjak piutang dapat meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan klien karena klien dapat mengadakan transaksi perdagangan secara bebas baik perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional.
Meningkatkan kemampuan klien dalam memperoleh laba melalui peningkatan perputaran modal kerja.
Menghilangkan risiko kerugian akibat terjadinya kredit macet karena resiko kredit macet ini dapat diambil alih oleh lembaga anjak piutang.
Kegiatan anjak piutang dapat mempercepat proses ekonomi dan meningkatkan pendapatan nasional.

3.2 Mekanisme Pembiayaan Lembaga Keuangan Anjak Piutang (Factoring)

Sebelum masuk pada tahapan-tahapan tranaksi anjak piutang, sebaiknya kita lihat pengertian anjak piutang terlebih dahulu. Menurut Kasmir dalam “Bank dan Lembaga Keuangan lainnya” menjelaskan bahwa anjak piutang atau yang lebih dikenal dengan factoring adalah perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau pembayaran tertentu dari perusahaan (klien).

Kemudian pengertian anjak piutang menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor NO.172/KMK.06/2002 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri.

Transaksi anjak piutang biasanya diawali dengan negosiasi antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang (factoring) yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan dengan fasilitas yang disediakan perusahaan anjak piutang. Apabila perusahaan sudah mengetahui kebutuhannya sejak awal maka akan lebih mempermudah dan mempercepat transaksi anjak piutang.

Beberapa fasilitas anjak piutang yang ditawarkan:

a. Undisclosed/ Non Notification Factoring

Adakalanya perusahaan ingin performance/ bonafiditasnya tetap terjaga dimata pelanggan (debitur) walaupun sebetulnya perusahaan sedang kesulitan dana. Untuk itu pada saat pengalihan piutang maka perusahaan tidak memberitahu pelanggan (debitur) bahwa piutang sudah dialihkan ke perusahaan anjak piutang (factoring). Transaksi anjak piutang ini dinamakan Undisclosed/Non Notification Factoring. Mekanisme transaksi Undisclosed sebagai berikut :
Terjadi transaksi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien)
Negosiasi dan kontrak anjak piutang antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang (factoring) dimana perusahaan menyerahkan kopi faktur penagihan piutang dan dokumen terkait lainnya sedangkan dokumen asli tetap dipegang perusahaan.
Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimal 80% dari nilai faktur.
Pada saat jatuh tempo perusahaan akan menagih kepada debitur/pelanggan.
Perusahaan akan mengembalikan pinjaman dana kepada factoring ditambah dengan biaya anjak piutang (service charge/discount charge).

b. Disclosed/ Notification Factoring

Jika perusahaan (klien) setelah memperoleh pembiayaan dari anjak piutang tidak ingin direpotkan oleh tugas menagih kepada debitur maka perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas disclosed factoring yaitu segera menyerahkan pengelolaan piutang kepada perusahaan anjak piutang.

Mekanisme transaksi ini bisa dijelaskan sebagai berikut :
Terjadi penjualan secara kredit kepada pelanggan (klien)
Negosiasi dan kontrak factoring antara perusahaan (klien) dengan lembaga anjak piutang dimana perusahaan menyerahkan faktur penagihan dan dokumen terkait lainnya (dokumen asli).
Perusahaan memberitahu kepada debitur kalau piutang dan penagihan sudah dialihkan ke lembaga anjak piutang.
Lembaga anjak piutang memberikan pembiayaan maksimum 80% dari nilai faktur.
Pada saat jatuh tempo lembaga anjak piutang melakukan penagihan kepada debitur.
Pelanggan (debitur) membayar tagihan kepada anjak piutang.
Lembaga anjak piutang menyerahkan sisa dan (20% Nilai faktur) kepada perusahaan (klien) setelah sebelumnya dikurangi biaya administrasi.

Dalam transaksi anjak piutang terdapat beberapa risiko yang mungkin timbul diantaranya:
Pada Undisclosed Factoring ada kemungkinan perusahaan (klien) ingkar janji (wanprestasi) yaitu tidak mengembalikan pinjaman/pembiayaan kepada factoring walaupun perusahaan sudah menerima pembayaran dari debitur sehingga anjak piutang mengalami kerugian.
Pelanggan/debitur yang ingkar janji yaitu tidak membayar hutangnya pada saat jatuh tempo sehingga kemungkinan perusahaan atau lembaga anjak piutang yang mengalami kerugian.

Untuk mengatasi risiko tersebut, pada saat kontrak/ perjanjian dibuat maka perlu ditetapkan pihak yang bertanggung jawab atas penanggungan resiko. Jika debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya dan yang menanggung resiko tersebut perusahaan (klien) maka perjanjiannya dinamakan with recourse factoring sedangkan jika lembaga anjak piutang yang menanggung risiko kerugiaannya maka perjanjiannya dinamakan without recourse factoring.

Jika melihat fasilitas-fasilitas yang disediakan lembaga anjak piutang, ternyata usaha anjak piutang lebih dominan kepada pemberian jasa pembiayaan (financing service) atas pengalihan piutang dari klien (perusahaan). Namun demikian lembaga anjak piutang juga memberikan jasa dibidang non pembiayaan (non financing service). Jasa non pembiayaan ini pada dasarnya untuk melayani pengelolaan piutang (kredit) perusahaan klien.

Produk jasa non pembiayaan ini diantaranya :
Investigasi kredit (credit investigation) atau analisis kredit yaitu lembaga anjak piutang membantu perusahaan untuk menilai calon customer/debitur.
Mengelola administrasi penjualan secara kredit (sales ledger administration/sales accounting).
Mengawasi/ memonitor penjualan yang dilakukan klien termasuk menetapkan prosedur penagihan.
Memberikan masukan atau mengusahakan cara pengamanan terhadap risiko piutang terutama jika transaksi perdagangan secara internasional (export financing) yang rentan terhadap risiko terjadinya fluktuasi kurs valuta asing.

Dengan memanfaatkan jasa anjak piutang maka perusahaan (klien) tidak perlu membentuk bagian kredit tersendiri dalam organisasi. Lembaga anjak piutang sudah secara otomatis telah melaksanakan fungsi bagian crediet (credit departement) dimana lembaga anjak piutang akan memberikan laporan hasil kerjanya secara periodik kepada perusahaan (klien)

Atas pemanfaatan jasa anjak piutang timbul suatu kewajiban bagi perusahaan (klien) yaitu membayar biaya anjak piutang. Biaya ini terdiri dari:
Service charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien menggunakan jasa untuk pengelolaan/ pembukuan penjualan (sales ledger) dari transaksi penjualan yang dilakukan klien. Besarnya biaya berkisar antara 0,5% – 2,5% tergantung kesepakatan antara anjak piutang dan klien.
Discount charge yaitu biaya yang dikeluarkan karena klien memperoleh pembiayaan (dana tunai) dari lembaga anjak piutang. Besarnya biaya discount charge antara 2% – 3%. Biaya ini juga ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

3.3 Manfaat Lembaga Keuangan Anjak Piutang

Manfaat anjak piutang bagi perusahaan (klien) dapat dijelaskan sebagai berikut :
Perusahaan yang kesulitan/kekurangan dana akan segera memperoleh dana tunai sehingga terdapat aliran kas masuk (cash in flow) yang bisa digunakan untuk modal kerja perusahaan. Aliran kas (cash in flow) akan lebih lancar karena perusahaan tidak perlu menunggu pencairan piutang sampai jatuh tempo.
Tugas perusahaan (klien) dalam pengelolaan administrasi penjualan dapat dialihkan ke lembaga anjak piutang karena lembaga ini membantu mengelola administrasi penjualan dan penagihan (sales ledgering and collection service).
Perusahaan (klien) tidak ragu dalam penjualan produknya terutama kepada customer baru karena resiko tagihan macet bisa ditanggung bersama dengan lembaga anjak piutang (credit insurance).
Anjak piutang dapat memperbaiki sistem penagihan sehingga piutang dapat dibayar tepat saat jatuh tempo dan sebisa mungkin penagihan ini tidak merusak hubungan baik antara perusahaan (klien) dengan pelanggannya (customer).

IV. PENUTUP

Perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya memang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang sangat kompleks terutama masalah kesulitan memperoleh sumber dana sebagai modal kerja untuk operasional perusahaan.

Jika selama ini perusahaan dalam memperoleh tambahan modal dengan mengandalkan kredit dari sektor perbankan, nampaknya kehadiran lembaga anjak piutang akan memberi alternatif pemecahan masalah kebutuhan dana. Melalui anjak piutang perusahaan perusahaan akan memungkinkan untuk memperoleh sumber pembiayaan secara mudah dan cepat sampai maksimal 80% dari nilai faktur penjualan tanpa harus menyerahkan jaminan/agunan aktiva tetap seperti yang lazim terjadi pada pemberian kredit disektor perbankan. Disamping itu perusahaan bisa meminta staf ahli dari lembaga anjak piutang untuk mengelola administrasi penjualan secara kredit (manajemen piutang) termasuk melakukan penilaian terhadap calon debitur (customer) yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hadjon, M. Philippus, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1988

Kasmir, Bank dan lembaga keuangan lainnya. Grafindo, Jakarta: 2002

Sihabuddin, Diktat Mata Kuliah Hukum Pembiayaan, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, 2006

Soetiksno, Filsafat Hukum,Pradnya Paramita,Jakarta, 1981

Artikel :

Melirik Pembiayaan Anjak Piutang, http://www.kompas.com/kompas-cetak/03/08/22/finansial

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys